Posted by : Sabiq A.Z. Kamis, 01 Mei 2014


Pada buletin edisi sebelumnya, dijelaskan mengenai beberapa individu ataupun kelompok yang dijamin memperoleh cinta Allah karena memiliki beberapa sifat dan karakter yang yang dituliskan dalam Al-Quran. Sekarang, kami akan membahas kelompok yang terpedaya. Mereka merasa sudah melakukan kebajikan, amal shaleh, namun apalah daya, mereka tidak mendapatkan seperti apa yang diharapkan, karena masih melakukan hal-hal yang tidak disukai Allah. Siapa sajakah mereka?
Kelompok pertama, orang-orang yang salah dalam menguasai ilmu syariat atau agama dan ilmu logika. Mereka berusaha mendalami dan sibuk mempelajari ilmu-ilmu itu, namun mereka tidak mempedulikan anggota tubuhnya, tidak memeliharanya dari perbuatan maksiat dan tidak mengarahkannya untuk ketaatan. Mereka sungguh terpedaya oleh ilmu yang dimiliki itu. Mereka meyakini bahwa dirinya memiliki derajat di sisi Allah dan telah mencapai puncak ilmu, sehingga ia mengira bahwa Allah tidak akan menjatuhkan siksa maupun ujian kepadanya. Naudzubillah…
Mereka melupakan firman Allah SWT: “qad aflaha man zakkahaa wa qad khaba man dassahaa.” Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya,” (QS. Al-Syams: 9-10). Ditambah mereka melupakan sabda Nabi: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya, namun tidak bertambah petunjuknya, maka ia tidak akan bertambah apa-apa kecuali semakin jauh dari Allah.” 
Seperti diterangkan dalam kitab Kifayat Al-Atqiya, bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang berilmu dan tidak memiliki orientasi untuk mengamalkan ilmunya karena kebermanfaatan sesama. Orang yang tidak mau menggunakan ilmunya untuk kepentingan dan maslahat umat ini, maka ia termasuk ulama dunia yang buruk atau ulama suu’. Sedangkan ulama suu’ adalah ulama yang dilaknat oleh Allah SWT.
Begitu juga orang yang beramal tanpa memiliki landasan keilmuan yang jelas dan benar, termasuk golongan yang terpedaya. Mereka menyia-nyiakan waktunya untuk melakukan amal shaleh. Namun sayangnya, ia juga tidak mengerti dari mana dan seharusnya bagaimana amal itu dilakukan sesuai syariat. Seperti syair Ibnu Ruslan: “wa kullu man bighairi ilmin ya’malu, a’maluhu mardudatun  la tuqbalu,” Artinya: Setiap orang yang beramal tanpa berilmu maka amalnya tidak akan diterima. Naudzubillah
Golongan kedua, yaitu mereka yang melalaikan perkara-perkara wajib dan sibuk mengurusi perkara sunah. Semisal orang yang was-was dalam berwudlu. Mereka berlebihan dalam menggunakan air, dan tidak puas jika hanya menggunakan air suci sebagaimana aturan syariat. Mereka meragukan air itu, apakah benar-benar suci atau mereka ragu apakah anggota yang dibasuhnya sudah terkena air secara benar. Sungguh, jika hal ini terus dilanjutkan, maka ia telah tergoda dengan bisikan setan, sehingga melalaikan waktu shalat berjamaah. Mereka terpaku dengan keraguan wudlunya.
Diantara mereka ada kelompok yang terpedaya oleh bacaan al-Quran, hingga mereka mendapat hal yang sia-sia dengan bacaannya. Bisa saja mereka menghatamkan al-Quran sekali dalam sehari semalam. Lidah mereka dibasahi dengan bacaan al-Quran, sedangka mereka masih bimbang di lembah harapan dan selalu berfikir tentang dunia. Hati mereka tidak pernah merenungkan makna al-Quran; agar mereka bisa mencegah apa yang dilarang al-Quran, mengambil nasihatnya, melaksanakan perintahnya, mengambil nilai ajaran di dalamnya dan merasakan keindahan al-Quran dari segi maknanya. Naudzubillah…
Kelompok ketiga ialah orang kaya yang terpedaya. Mereka terlalu antusias membangun masjid, sekolah, panti asuhan, jembatan besar, rumah sakit, dan sebagainya. Mereka mengukir nama mereka pada batu bata agar dikenang selamanya meskipun telah menginggal dunia. Mereka mengira bahwa dengan begitu mereka berhak mendapat ampunan Allah. Padahal mereka terpedaya karena mereka memperoleh harta dengan cara dhalim, syubhat, suap dan hal yang dilarang. Mereka menentang murka Allah dalam memperoleh harta.
Hal ini sering kita jumpai dalam fenomena kehidupan pejabat lalim di Indonesia. Bagaimana, aib mereka diperlihatkan oleh Allah SWT. Tertangkap basah oleh KPK, aset kekayaannya disita, pastilah saudara dan keluarganya merasa malu. Mereka tertipu dengan harta, tahta dan wanita. Ketika mereka berbuat maksiat kepada Allah dalam memperoleh dan menyalurkan harta, maka mereka wajib bertaubat kepada-Nya dan mengembalikan harta itu kepada pemiliknya.
Mungkin di antara mereka ada orang yang memperoleh harta dengan cara yang halal, dan menafkahkannya. Namun, mereka juga terpedaya dengan riya’ ataupun sum’ah. Maka dari itu, rasakanlah dengan hati, cara memperoleh dan menggunakan harta yang dimiliki itu hendaklah mengedepankan kehati-hatian dalam menggunakannya.
Dari keterangan di atas, dapat kami simpulkan bahwa kehidupan di dunia penuh dengan ujian, cobaan dan godaan. Marilah kita senantiasa berusaha melewati ujian dan godaan yang diberikan-Nya. Jangan sampai terpedaya dengan ilmu namun tidak mengamalkannya, beramal namun tidak berilmu, meninggalkan hal yang wajib karena sibuk dengan hal-hal sunah, dan menyalahgunakan nikmat yang Allah. Harapannya, kita dapat mengambil ibrah atau hikmah dari tulisan ini, agar selalu mendapat rahmat serta ridha-Nya; agar terhindar dari hal-hal yang memperdaya diri kita. Wallahu A’lam bi al-shawab.(zul)

Sumber: kitab al-Kasyf wat Tabyin fi ghururil Khalqi Ajma’in karya Imam al-Ghazali       

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Blogger templates

- Copyright © Pena Al-Hikam -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -